Teks Tulisan Berjalan Dari Kanan Ke Kiri
Selasa, 24 September 2013

Unknown Selasa, September 24, 2013
Rekam
Jejak Pejuang Pergerakan

Pernahkah Anda membaca "Angry Youngman" (Pemuda Pemberang), buku yang berkisah tentang heroisme anak-anak muda pemberani yang mempertaruhkan nyawa demi memperjuangkan idealisme dan kebenaran. Buku ini mencatat, sebagian besar sejarah dunia digerakkan oleh kaum belia.
Sejak revolusi Bolshevik di Rusia, revolusi Perancis, revolusi Amerika sampai dua kali revolusi di Tanah Air (1966 dan reformasi 1998). Bahkan, pengakuan terhadap eksistensi RI sebagai sovereign nation-state (negara-bangsa yang berdaulat), juga berawal dari desakan para pemuda yang "menyandera" proklamator Soekarno-Hatta di Rengasdengklok, Jawa Barat. Mereka memaksa kedua pendiri negara itu segera menggebrak proklamasi kemerdekaan.
Cosmas Batubara, adalah satu dari jutaan pemuda yang telah mengukir historisitas perjuangan pergerakan. Lintasan kisah aktivisme inilah yang direkam dalam buku "Cosmas Batubara: Sebuah Otobiografi Politik" (CBSOP). Aktivisme yang membawa putra Batak ini selama 15 tahun dipercaya (Presiden) Soeharto duduk di singgasana menteri era Orde Baru.
Cosmas Batubara adalah aktivis mahasiswa yang aktif di banyak organisasi kemahasiswaan seperti PMKRI dan sempat menjadi Ketua Umum Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada 1966.
Cosmas telah yatim pada usia delapan tahun. Ayahnya seorang mandor pembuat jalan. Anak ketujuh ini merantau ke Jakarta dalam usia 16 tahun. Dalam usia belia itu, Cosmas sudah berkeinginan mandiri. Dia meninggalkan Purbasaribu, desa kelahirannya di Simalungun, Sumatera Utara, hanya berbekal ijazah sekolah guru (SGB). Di Jakarta, dengan mandiri dia ingin menambah ilmu dan mencari pengalaman. Selain kuliah di Sekolah Tinggi Publisistik, Cosmas juga menjadi mahasiswa FISIP UI.
Saat itu terjadi pemberontakan G 30S/PKI, pada tahun 1965. Melalui KAMI, namanya mencuat sebagai aktivis pergerakan mahasiswa. Ketika itu, KAMI menjadi salah satu organisasi yang sangat berperan menumbangkan Orde Lama.

Dari Simalungun ke
Pentas Dunia
Setelah Orde Lama kolaps, sejak 1966 Cosmas diangkat menjadi anggota DPR-GR (1967-1978) sebagai wakil mahasiswa. Namun kemudian, pada Pemilu 1971, dia memutar haluan menjadi politisi yang aktif berkampanye untuk Golkar.
Setelah tujuh tahun di DPR, Cosmas diangkat menjadi Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat (1978-1983) Kabinet Pembangunan III. Lalu, dipercaya sebagai Menteri Negara Perumahan Rakyat Kabinet Pembangunan IV (1983-1988) dan berlanjut menjadi Menteri Tenaga Kerja Kabinet Pembangunan V (1988-1993). Bersamaan dengan itu, Cosmas didaulat sebagai Presiden ILO (International Labour Organization).
"Dengan dipilihnya saya sebagai Presiden ILO, dunia telah memperlihatkan kepercayaan kepada kemampuan kita untuk memimpin sebuah konferensi internasional," tulis Cosmas dalam bukunya itu.
Sebagai manusia biasa, Cosmas tak pernah membayangkan akan menjadi "orang besar". Dia mengaku hanya menjalankan konsistensi berpikir sebagai seorang aktivis dan pejuang pergerakan yang setia pada idealisme.
"Saat mengetuk palu dalam konferensi ILO, saya teringat tanah kelahiran di desa nun jauh di pelosok sana. Saya seperti sedang bermimpi. Begitu juga saat duduk di kursi menteri, saya merasa di dunia khayal karena tak percaya. Maklum saya hanya anak desa yang mendapat kesempatan mengaktualisasikan diri di Ibukota Negara," katanya dalam acara bedah buku setebal 332 halaman itu di Gedung CSIS, Jakarta, Kamis (26/4).
Pria yang selalu tampak tenang namun pemberani itu setelah tidak lagi menjabat menteri, mengikuti Program Pasca Sarjana FISIP UI dan meraih gelar doktor di usia 74 tahun pada 22 Agustus 2002. Putra Simalungun kelahiran 19 September 1938 ini berhasil mempertahankan disertasinya dengan dengan predikat cum laude.

Nostalgia Angkatan 66
Sebagaimana kebanyakan buku otobiografi para tokoh, kronologi kisah kehidupan Cosmas dimulai sejak belia hingga pensiun dari panggung kekuasaan. Cerita-cerita pergerakan Cosmas diurai dalam bab I yang berjudul "Era Pertarungan Ideologi". Bab ini mengupas seputar peristiwa "Demonstrasi Besar dan Tritura", "Dari Haranggaol ke Jakarta", "Menjadi Aktivis PMKRI", "Pertarungan Ideologi", "Aksi Mahasiswa Meningkat", "Makar 30 September", "Arief Rachman Menjadi Martir" hingga "Malam yang Mencekam".
Lalu bab II sampai IV lebih banyak menyorot "nostalgia" Cosmas semasa berkuasa. Bagian ini menjelaskan soal "Asam Garam di Lembaga Legislatif" (Bab II), "Ingat Perumnas, Ingat Cosmas" (Bab III) dan "Untuk Buruh Indonesia dan Dunia" (Bab IV). Kemudian, epilog buku ini menyuguhkan beberapa rekaman gambar pilihan terkait aktivitas Cosmas Batubara
Seakan-akan menjadi ajang nostalgia, peluncuran buku yang diterbitkan PT Kompas Media Nusantara itu diramaikan kehadiran para tokoh angkatan '66. Antara lain, Fahmi Idris yang kini menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabinet Indonesia Bersatu, Siswono Yudohusono, Sofyan Wanandi, Harry Tjan Silalahi, Soegeng Sarjadi (moderator) dan Nono Anwar Makarim yang didaulat sebagai pembicara.
Selain itu, juga hadir Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/ Kepala Bappenas Paskah Suzetta, Menteri Perumahan Yusuf Asy'ari, Kepala BPK Anwar Nasution, pemilik Kelompok Kompas Gramedia Jacob Oetama, pakar politik CSIS J Kristiadi, pengamat politik Dr Sukardi Rinakit dan pengacara OC Kaligis.
Yang menarik, saat memasuki sesi tanya jawab, forum sempat "memanas" yang dipicu moderator Soegeng Sarjadi. "Sebagaimana Bung Karno, dulu kita punya The Power One (Presiden Soeharto) yang cepat tanggap mengambil keputusan. Selain itu juga ada program top priority (prioritas tertinggi) di pemerintahan yaitu jaminan ketersediaan pangan, sandang dan papan serta GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara). Sekarang, kenapa pemerintahan Anda tidak mudah membuat keputusan," kata Soegeng sambil menunjuk Anwar Nasution, Fahmi Idris dan Paskah Suzetta. Soegeng sengaja menunjuk ketiga tokoh ini karena dianggap sebagai representasi pemerintahan (incumbent) hasil reformasi.
"Tentu beda konteks. Dulu semua yang berasal dari Soeharto adalah keputusan sekaligus menjadi hukum yang tak terbantahkan di negeri ini. Sekarang, semua dikembalikan kepada rakyat, merekalah yang berhak menentukan banyak hal, termasuk memilih sendiri pemimpinnya secara langsung," kata Anwar menangkis tudingan Sugeng. 

Cosmas Batubara: Rekam
Jejak Pejuang Pergerakan

Jumat, 27 April 2007
Pernahkah Anda membaca "Angry Youngman" (Pemuda Pemberang), buku yang berkisah tentang heroisme anak-anak muda pemberani yang mempertaruhkan nyawa demi memperjuangkan idealisme dan kebenaran. Buku ini mencatat, sebagian besar sejarah dunia digerakkan oleh kaum belia.
Sejak revolusi Bolshevik di Rusia, revolusi Perancis, revolusi Amerika sampai dua kali revolusi di Tanah Air (1966 dan reformasi 1998). Bahkan, pengakuan terhadap eksistensi RI sebagai sovereign nation-state (negara-bangsa yang berdaulat), juga berawal dari desakan para pemuda yang "menyandera" proklamator Soekarno-Hatta di Rengasdengklok, Jawa Barat. Mereka memaksa kedua pendiri negara itu segera menggebrak proklamasi kemerdekaan.
Cosmas Batubara, adalah satu dari jutaan pemuda yang telah mengukir historisitas perjuangan pergerakan. Lintasan kisah aktivisme inilah yang direkam dalam buku "Cosmas Batubara: Sebuah Otobiografi Politik" (CBSOP). Aktivisme yang membawa putra Batak ini selama 15 tahun dipercaya (Presiden) Soeharto duduk di singgasana menteri era Orde Baru.
Cosmas Batubara adalah aktivis mahasiswa yang aktif di banyak organisasi kemahasiswaan seperti PMKRI dan sempat menjadi Ketua Umum Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada 1966.
Cosmas telah yatim pada usia delapan tahun. Ayahnya seorang mandor pembuat jalan. Anak ketujuh ini merantau ke Jakarta dalam usia 16 tahun. Dalam usia belia itu, Cosmas sudah berkeinginan mandiri. Dia meninggalkan Purbasaribu, desa kelahirannya di Simalungun, Sumatera Utara, hanya berbekal ijazah sekolah guru (SGB). Di Jakarta, dengan mandiri dia ingin menambah ilmu dan mencari pengalaman. Selain kuliah di Sekolah Tinggi Publisistik, Cosmas juga menjadi mahasiswa FISIP UI.
Saat itu terjadi pemberontakan G 30S/PKI, pada tahun 1965. Melalui KAMI, namanya mencuat sebagai aktivis pergerakan mahasiswa. Ketika itu, KAMI menjadi salah satu organisasi yang sangat berperan menumbangkan Orde Lama.

Dari Simalungun ke
Pentas Dunia
Setelah Orde Lama kolaps, sejak 1966 Cosmas diangkat menjadi anggota DPR-GR (1967-1978) sebagai wakil mahasiswa. Namun kemudian, pada Pemilu 1971, dia memutar haluan menjadi politisi yang aktif berkampanye untuk Golkar.
Setelah tujuh tahun di DPR, Cosmas diangkat menjadi Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat (1978-1983) Kabinet Pembangunan III. Lalu, dipercaya sebagai Menteri Negara Perumahan Rakyat Kabinet Pembangunan IV (1983-1988) dan berlanjut menjadi Menteri Tenaga Kerja Kabinet Pembangunan V (1988-1993). Bersamaan dengan itu, Cosmas didaulat sebagai Presiden ILO (International Labour Organization).
"Dengan dipilihnya saya sebagai Presiden ILO, dunia telah memperlihatkan kepercayaan kepada kemampuan kita untuk memimpin sebuah konferensi internasional," tulis Cosmas dalam bukunya itu.
Sebagai manusia biasa, Cosmas tak pernah membayangkan akan menjadi "orang besar". Dia mengaku hanya menjalankan konsistensi berpikir sebagai seorang aktivis dan pejuang pergerakan yang setia pada idealisme.
"Saat mengetuk palu dalam konferensi ILO, saya teringat tanah kelahiran di desa nun jauh di pelosok sana. Saya seperti sedang bermimpi. Begitu juga saat duduk di kursi menteri, saya merasa di dunia khayal karena tak percaya. Maklum saya hanya anak desa yang mendapat kesempatan mengaktualisasikan diri di Ibukota Negara," katanya dalam acara bedah buku setebal 332 halaman itu di Gedung CSIS, Jakarta, Kamis (26/4).
Pria yang selalu tampak tenang namun pemberani itu setelah tidak lagi menjabat menteri, mengikuti Program Pasca Sarjana FISIP UI dan meraih gelar doktor di usia 74 tahun pada 22 Agustus 2002. Putra Simalungun kelahiran 19 September 1938 ini berhasil mempertahankan disertasinya dengan dengan predikat cum laude.

Nostalgia Angkatan 66 
Sebagaimana kebanyakan buku otobiografi para tokoh, kronologi kisah kehidupan Cosmas dimulai sejak belia hingga pensiun dari panggung kekuasaan. Cerita-cerita pergerakan Cosmas diurai dalam bab I yang berjudul "Era Pertarungan Ideologi". Bab ini mengupas seputar peristiwa "Demonstrasi Besar dan Tritura", "Dari Haranggaol ke Jakarta", "Menjadi Aktivis PMKRI", "Pertarungan Ideologi", "Aksi Mahasiswa Meningkat", "Makar 30 September", "Arief Rachman Menjadi Martir" hingga "Malam yang Mencekam".
Lalu bab II sampai IV lebih banyak menyorot "nostalgia" Cosmas semasa berkuasa. Bagian ini menjelaskan soal "Asam Garam di Lembaga Legislatif" (Bab II), "Ingat Perumnas, Ingat Cosmas" (Bab III) dan "Untuk Buruh Indonesia dan Dunia" (Bab IV). Kemudian, epilog buku ini menyuguhkan beberapa rekaman gambar pilihan terkait aktivitas Cosmas Batubara
Seakan-akan menjadi ajang nostalgia, peluncuran buku yang diterbitkan PT Kompas Media Nusantara itu diramaikan kehadiran para tokoh angkatan '66. Antara lain, Fahmi Idris yang kini menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabinet Indonesia Bersatu, Siswono Yudohusono, Sofyan Wanandi, Harry Tjan Silalahi, Soegeng Sarjadi (moderator) dan Nono Anwar Makarim yang didaulat sebagai pembicara.
Selain itu, juga hadir Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/ Kepala Bappenas Paskah Suzetta, Menteri Perumahan Yusuf Asy'ari, Kepala BPK Anwar Nasution, pemilik Kelompok Kompas Gramedia Jacob Oetama, pakar politik CSIS J Kristiadi, pengamat politik Dr Sukardi Rinakit dan pengacara OC Kaligis.
Yang menarik, saat memasuki sesi tanya jawab, forum sempat "memanas" yang dipicu moderator Soegeng Sarjadi. "Sebagaimana Bung Karno, dulu kita punya The Power One (Presiden Soeharto) yang cepat tanggap mengambil keputusan. Selain itu juga ada program top priority (prioritas tertinggi) di pemerintahan yaitu jaminan ketersediaan pangan, sandang dan papan serta GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara). Sekarang, kenapa pemerintahan Anda tidak mudah membuat keputusan," kata Soegeng sambil menunjuk Anwar Nasution, Fahmi Idris dan Paskah Suzetta. Soegeng sengaja menunjuk ketiga tokoh ini karena dianggap sebagai representasi pemerintahan (incumbent) hasil reformasi.
"Tentu beda konteks. Dulu semua yang berasal dari Soeharto adalah keputusan sekaligus menjadi hukum yang tak terbantahkan di negeri ini. Sekarang, semua dikembalikan kepada rakyat, merekalah yang berhak menentukan banyak hal, termasuk memilih sendiri pemimpinnya secara langsung," kata Anwar menangkis tudingan Sugeng. 
Cosmas Batubara (lahir di Purbasaribu, Simalungun, Sumatera Utara, 19 September 1938; umur 74 tahun) adalah seorang politikus Indonesia. Di masa Mahasiswanya dia adalah Ketua Presidium Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Ketua Presidium KAMI Pusat. Dia adalah Pelopor Gerakan Mahasiswa Angkatan 66 yang disegani. Ia pernah menjabat Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat, Menteri Negara Perumahan Rakyat dan Menteri Tenaga Kerja, ketiganya dalam masa pemerintahan presiden Soeharto. Ia menikah dengan R.A. Cypriana Hadiwijono dan dikaruniai 2 putra dan 2 putri. Ia telah memiliki sebuah otobiografi politik yang berjudul Cosmas Batubara: Sebuah Otobiografi Politik yang diterbitkan dibawah Penerbit Buku Kompas di Jakarta, Maret 2007.
Buku ini menyajikan kiprah perjalanan dan perjuangan politik yang berdimensi kebangsaan, kemanusiaan, dialog,dan kemajemukan di mata cosmas batubara.
Pada kebangsaan bersikap: de ngan marah-marah kepasda saya,bung karno menduga delegasi lainnya akan diam tidak berani mengemukakan pendapat atau komentar mereka
Revormasi telah membawa bangsa indonesia ke dalam situasi baru yang sama sekali tak terbayangkan sebelumnya. Di satu sisi, bisa terjadi perbaikan menyeluruh tapi di sisi lain bisa membawa bangsa ini jatuh kedalam kesulitan yang lebih besar.

         





Description: Cosmas Batubara
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: Cosmas Batubara

Tidak ada komentar: