Gerakan
HPS 2013 Gereja Katolik Indonesia
Pengantar
“ … Engkau memperkenankan kami hidup di bumi Indonesia, di tengah pulau-pulau dan lautan biru, di antara gunung-gunung dan dataran subur, di negeri yang kaya raya akan sumber-sumber alam … untuk mengolah sawah dan ladang, mengelola alam tanpa merusak lingkungan, memanfaatkan lautan yang kaya, membangun kota dan desa, serta menyiapkan hari depan yang lebih adil dan makmur, aman dan sentosa …”. Kutipan Doa Syukur Agung ini mengajak umat beriman untuk bersyukur atas bumi dan segala isinya yang disediakan Allah bagi kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia dan keberlangsungan keutuhan ciptaan.
Bumi dan segala isinya
merupakan hasil karya Allah dan sekaligus tempat Allah bekerja. Allah yang
menyelenggarakan
kehidupan di alam semesta ini dan tidak ada yang luput dari perhatian-Nya. Bumi
menyediakan segala yang dibutuhkan oleh manusia untuk menjamin keberlangsungan
hidupnya. Bahkan harus diakui, kehidupan manusia sepenuhnya bergantung pada
bumi. Bumi memelihara kehidupan manusia. Oleh karena itu, Allah berkehendak
supaya manusia ikut ambil bagian dalam mencintai dan merawat bumi dengan segala
isinya. Mencintai dan merawat bumi menjadi ungkapan dan perwujudan syukur
manusia atas kehidupan yang telah disediakan Allah bagi hidup manusia (bdk. Kej
2, 15-17). Jadi, siapakah manusia berani menghancurkannya ?
Bumi ; Sabda yang
menjelma
Kitab Kejadian 1 menggambarkan peristiwa di dalam Sabda semua ciptaan terjadi. Bumi dengan segala isinya, baik yang ada di dalam bumi maupun di atas bumi semuanya merupakan penjelmaan Sabda. Manusia dipanggil untuk berjumpa sepenuhnya dengan semua ciptaan menurut model dari Sabda Yesus Kristus yang masuk ke dalam dunia dengan menjadi “sama seperti kita, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr, 4.15). Kehadiran Sabda yang menjadi manusia mengarahkan manusia untuk cerdas dan kreatif mewujudkan nilai-nilai kemanusiaannya dalam menjaga dan memelihara keutuhan ciptaan.
Kitab Kejadian 1 menggambarkan peristiwa di dalam Sabda semua ciptaan terjadi. Bumi dengan segala isinya, baik yang ada di dalam bumi maupun di atas bumi semuanya merupakan penjelmaan Sabda. Manusia dipanggil untuk berjumpa sepenuhnya dengan semua ciptaan menurut model dari Sabda Yesus Kristus yang masuk ke dalam dunia dengan menjadi “sama seperti kita, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr, 4.15). Kehadiran Sabda yang menjadi manusia mengarahkan manusia untuk cerdas dan kreatif mewujudkan nilai-nilai kemanusiaannya dalam menjaga dan memelihara keutuhan ciptaan.
Bumi sebagai Sabda yang
menjelma akan memberikan kemakmuran dan keberlangsungan hidup manusia,
sebagaimana Sabda yang menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Tata
kelola dan tata laksana manusia yang cerdas, arif dan bijaksana dalam mengolah
dan mengelola bumi menjadi perwujudan sembah bakti kepada Allah Sang Pencipta
Kehidupan. Bumi menjadi tempat dan sarana perjumpaan manusia untuk beribadah
dengan benar kepada ‘Sang Sabda’ sendiri yaitu Allah.
“Allah menghendaki,
supaya bumi beserta segala isinya digunakan oleh semua orang dan sekalian
bangsa, sehingga harta–benda yang tercipta dengan cara yang wajar harus
mencapai semua orang, berpedoman pada keadilan, diiringi dengan cinta kasih”
(Gaudium et Spes art. 69). Bumi sebagai ‘rahim kehidupan’ akan memberikan hidup
kepada manusia kalau manusia menghidupi nilai keadilan dan cinta kasih kepada
bumi.
Semua manusia, tanpa
kecuali, berhak menikmati dan mendapatkan sumber penghidupan dari rahim bumi,
terlehih bahan pangan yang menjadi kebutuhan dasar hidup manusia. Dengan
demikian manusia menanggapi Kabar Baik dalam penghayatan hidup bersama yang
sedang mengumuli persoalan lingkungan dan pangan.
Manusia; Penjaga bukan perusak bumi
Manusia; Penjaga bukan perusak bumi
Allah menciptakan
manusia menurut ‘gambar dan citra’ Allah sendiri (bdk. Kej, 1,27). Gambar dan
citra Allah ini di wujudkan oleh manusia dalam kebersamaannya dengan Allah
untuk ikut menata, menjaga, memelihara dan mengembangkan bumi dengan segala
isinya untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama dan keberlangsungan keutuhan
ciptaan. Sebagai citra Allah, manusia mempunyai martabat sebagai pribadi yang
mampu mengenali dirinya sendiri, menyadari kebersamaan dirinya dengan orang
lain, dan bertanggung jawab atas makhluk ciptaan yang lain. Allah memberikan
kepercayaan kepada manusia untuk memelihara dan mengolah dengan bijaksana alam
semesta ini serta berupaya menciptakan hubungan yang harmonis di antara semua ciptaan
(Nota Pastoral KWI 2013).
Allah menciptakan
manusia untuk hidup dan memelihara hubungan yang selaras dengan Allah sendiri
dan dengan semua ciptaan. Ketika Allah menciptakan bumi dan segala isinya semua
baik dan sempurna. Kebaikan dan kesempurnaan Allah untuk memberikan bumi dan
segala isinya bagi keberlangsungan hidup manusia ditanggapi oleh hasrat manusia
dengan menguasainya. Akar krisis pangan dan ekologis dewasa ini terletak pada
kesalahan manusia sendiri, yang menguasai bumi dengan tidak merawat, menjaga
dan memeliharanya dan bukan pada teknologi buah daya pikir manusia.
Krisis pangan dan
ekologis yang terjadi saat ini, yang tampak dalam perubahan iklim, rendahnya
produksi bahan pangan, kerusakan sumber-sumber pangan, hilangnya sumber-sumber
hayati, habisnya sumber daya alam, munculnya penyakit dan gizi buruk, rentannya
lingkungan dan meningkatnya jurang antara si kaya dan si miskin, bermula dari
krisis dalam diri manusia. Pemahaman manusia tentang dirinya berubah banyak.
Manusia beralih dari pemahaman diri sebagai ciptaan berakal budi yang serba
kecukupan dan memiliki kebebasan untuk memilih apa yang baik dan cocok bagi
hidup manusia, ke pemahaman diri sebagai ciptaan yang tidak pernah dapat
menjadi puas. Manusia menjadikan teknologi sebagai alat pemuas hasrat yang tak
terkendali.
Manusia terancam oleh
apa yang dihasilkan dengan karya tangannya, intelektualnya dan kemauannya.
Pegembangan teknologi yang tidak diterangi kebenaran sabda mengakibatkan suatu
ancaman bagi lingkungan alami manusia. “… merupakan kehendak Sang Pencipta
bahwa manusia berkomunikasi dengan alam sebagai ‘tuan’ dan ‘penjaga’ yang mulia
dan pandai, dan bukan sebagai seorang ‘perusak’ dan ‘penindas’ yang angkuh”
(Redemptor Hominis Art.15).
Ide Kreatif ; Membangun
gerakan HPS
Kecerdasaan, kearifan dan kebijaksanaan manusia yang bermartabat, segambar dan secitra Allah memungkinkan manusia untuk melibatkan, mengembangkan dan mencerdaskan diri dan orang lain untuk bersama-sama mencintai dan merawat bumi. Visi bersama adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam Gereja dan masyarakat luas sekarang ini ; kolaborasi yang benar akan memastikan terbangunnya gerakan mencintai dan merawat bumi. Dengan demikian, Sabda yang sejatinya menjelma dalam perjuangan dan pergumululan hidup manusia menjadi nyata dalam sikap dan tindakan manusia yang benar.
Kecerdasaan, kearifan dan kebijaksanaan manusia yang bermartabat, segambar dan secitra Allah memungkinkan manusia untuk melibatkan, mengembangkan dan mencerdaskan diri dan orang lain untuk bersama-sama mencintai dan merawat bumi. Visi bersama adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam Gereja dan masyarakat luas sekarang ini ; kolaborasi yang benar akan memastikan terbangunnya gerakan mencintai dan merawat bumi. Dengan demikian, Sabda yang sejatinya menjelma dalam perjuangan dan pergumululan hidup manusia menjadi nyata dalam sikap dan tindakan manusia yang benar.
Membangun gerakan
“Pertanian Selaras Alam” yang dikembangkan di Keuskupan Larantuka adalah contoh
Sabda yang sedang dijelmakan dalam mencintai dan merawat bumi.
Keluarga-keluarga di paroki diajak untuk menghargai dan menghormati bumi dengan
memanfaatkan dan mengoptimalkan lahan pekarangan menjadi ‘lumbung pangan sehat
keluarga’. Hal yang sama juga dibuat di Desa Netpala, salah satu tempat di
Keuskupan Agung Kupang dengan “Matuntakun”nya yang berarti mendukung,
mendorong, dan menopang untuk saling berbagi kehidupan.
Menyehatkan bumi dengan
pemugaran tanah melalui produk-produk organik yang diasupkan kedalam bumi juga
menjadi wujud nyata mencintai dan merawat bumi. Gerakan ini sudah menjadi
pergumulan di Toraja di Keuskupan Agung Makasar, di Muntilah di Keuskupan Agung
Semarang, di Cepu di Keuskupan Surabaya, di Nyarumkop di Keuskupan Pontianak,
di Lota di Keuskupan Menado dan beberapa keuskupan lainya melalui pembangunan
sentrum-sentrum pertanian organik. Demikian juga gerakan menghijaukan bumi
dengan menanam pohon sudah mulai menjadi gerakan di lingkungan-lingkungan
sekolah dan lahan-lahan kritis sebagai upaya tindakan mencintai dan meawat
bumi.
Penutup
Mencintai dan merawat bumi sebagai gerakan HPS Gereja Katolik bisa menjadi salah satu tindakan bersama dalam mewujudkan Nota Pastoral KWI 2013 “Keterlibatan Gereja Dalam Melestarikan Keutuhan Ciptaan”. Gerakan ini bisa menjadi ‘garam dan terang’ bagi terciptanya kembali tata kelola pangan yang bermartabat, bersahabat, dan berkeadilan bagi seluruh ciptaan. Hal ini butuh waktu untuk mengusahakannya, butuh niat yang besar untuk mewujudkannya, butuh kebersamaan untuk menjalankannya, dan butuh iman yang kuat untuk tetap setia melakukannya. Dan disinilah sebenarnya, hakekat panggilan umat beriman untuk mewujudkan visi dan misi Yesus Kristus di jaman ini.
Mencintai dan merawat bumi sebagai gerakan HPS Gereja Katolik bisa menjadi salah satu tindakan bersama dalam mewujudkan Nota Pastoral KWI 2013 “Keterlibatan Gereja Dalam Melestarikan Keutuhan Ciptaan”. Gerakan ini bisa menjadi ‘garam dan terang’ bagi terciptanya kembali tata kelola pangan yang bermartabat, bersahabat, dan berkeadilan bagi seluruh ciptaan. Hal ini butuh waktu untuk mengusahakannya, butuh niat yang besar untuk mewujudkannya, butuh kebersamaan untuk menjalankannya, dan butuh iman yang kuat untuk tetap setia melakukannya. Dan disinilah sebenarnya, hakekat panggilan umat beriman untuk mewujudkan visi dan misi Yesus Kristus di jaman ini.
Description: “MENCINTAI DAN MERAWAT BUMI”
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: “MENCINTAI DAN MERAWAT BUMI”
Reviewer: Unknown
Rating: 4.0
ItemReviewed: “MENCINTAI DAN MERAWAT BUMI”
Tidak ada komentar: